Dengan berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah dan naiknya dinasti Bani Abbasiyah sebagai penguasa Islam yang baru, mulailah babak baru dalam kehidupan sosial ekonomi, politik, kebudayaan kaum muslim pada waktu itu.
Persoalan politik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan di awal masa-masa Bani Abbasiyah yaitu kesulitan untuk menentukan siapa yang berhak menjadi Amirul Mukminin atau khalifah. Bagi Abu Muslim, karena gerakan ini dimulai dari Khurasan, maka siapa pun yang menjadi pemimpin harus bisa memahami aspirasi rakyat Khurasan. sementara bagi Abu Salama, yang sudah diangkat sebagai wazir, justru menghubungi tokoh Ahlul Bait di Hijaz mengenai belum adanya pemimpin yang disepakati ini. Hal ini tidak disepakati oleh Abu Muslim karena orang Hijaz dianggap tidak dapat bekerja sama dengan masyarakat di Khurasan. Gerakan mencari pemimpin tertinggi Bani Abbasiyah memakan waktu dua bulan. Akhirnya, Abu Muslim tidak sabar dengan keadaan tersebut. Bersama dengan pendukungnya, dia mengambil keputusan sendiri dengan menunjuk Abu Abbas sebagai Amirul Mukminin. Abu Abbas menerima tawaran tersebut namun berjanji untuk tetap mempertahankan Abu Salama sebagai wazir. Maka pada tanggal 12 Rabiul Akhir 132 H/ 28 November 749 M Abu Abbas dibawa ke masjid Kuffah dan secara resmi diangkat menjadi khalifah pertama Bani Abbasiyah.
Menurut para sejarawan Bani Abbasiyah terbagi menjadi 4 periode:
A. Periode Pertama
Periode pertama dimulai dari berdirinya daulat Bani Abbasiyah pada tahun 132 H sampai berakhirnya pemerintahan di masa khalifah al-Wathiq (232 H). Periode ini memakan waktu sekitar 1 abad, yaitu antara 132-232 H/749-847 M.
Khalifah pada masa ini adalah:
1. As-Shafah (132-136 H/749-754 M)
Abu Abbas diberi gelas as-shafah karena beliau adalah seorang khalifah yang banyak menumpahkan darah, tapi ada juga yang menyebut bahwa beliau adalah khalifah yang pemurah dan dermawan. pada masa Abu Abbas terjadi revolusi sosial atas keluarga Bani Umayyah dan ibu kota Hasyimiyyah dibangun di pinggir Sungai Eufrat.
2. Al-Mansur (136-158 H/754-775 M)
Abu Ja'far diberi gelar al-manshur karena pada masa Abu Ja'far banyak memperoleh kemenangan dalam banyak pertempuran. Pada masanya Abu Muslim al-Khurasani dibunuh atas perintah beliau, ibu kota Baghdad dibangun dengan mengambil lokasi di daerah timur Sungai Tigris, agak sebelah utara Madani dan Daulat Bani Umayyah kedua berdiri di Andalusia, dan memerdekakan diri dari Bani Abbasiyah.
3. Al-Mahdi (158-169 h/775-785 M)
Al-Mahdi adalah Muhammad bin Abu Ja'far al Manshur. Sejak al-Mahdi inilah khalifah Bani Abbasiyah mulai bermewah-mewahan. Berbeda dengan as-shafah dan al-mansur yang terkenal dengan kesederhanaannya serta tidak mau minum minuman keras dan main perempuan. Pada masa ini, Empress Irene, Penguasa Byzantium memohon perdamaian kepada al-Mahdi dan bersedia membayar upeti.
4. Al-Hadi (169-170h/785-786 M)
Al-Hadi adalah Musa bin Muhammad al-Mahdi. ia memerintah selama 3 bulan lamanya.
5. Ar-Rasyid (170-193 H/786-809 M)
Ar-Rasyid adalah Harun ar-Rasyid bin Muhammad al-Mahdi. Beliau diberi gelar ar-Rasyid adalah kecerdikannya ketika beliau melakukan perundingan dengan Irene dari Byzantium pada masa ayahnya. Ar-Rasyid artinya yang cendekia. Pada masanya berdiri dua kerajaan, yaitu Daulat Idrisiyyah yang dibangun oleh Idris bin Abdullah bin Husain bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib (173-311 H/788-924 H) dan Daulat Aghlabiyyah (184-296/800-909 M) yang dibangun oleh Ibrahim bin Aghlab gubernur wilayah Afrika Utara yang berkedudukan di Kairawan. Pada masa ar-rasyid juga terjali tali persaudaraan dengan Charlemagne, cucu Karel Martel yang mampu membendung serangan Islam di bawah pimpinan Abdurrahman al-Ghafiki pada tahun 732 M di Kota Tours yang berjarak 126 mil dari Kota Paris. Dan juga terjalin hubungan baik dengan Kaisar Nichephorus yang menggantikan Empress Irene kalah perang melawan tentara Abbasiyah sehingga menyerah dan bersedia membayar upeti tahunan kepada Harun ar-Rasyid.
6. Al-Amin (193-198 H/809-813 M)
Al-Amin adalah Muhammad putra Harun ar-Rasyid dari istrinya yang keturunan Bani Hasyim. Al-Amin memecat al-Ma'mun sebagai putra mahkota atas desakan orang-orang dekatnya, kemudian memproklamasikan diri sebagai khalifah menggantikan ayahnya. Hal ini kemudian ditentang oleh al-Ma'mun. Akhirnya terjadilah perang saudara antara al-Amin dan al-Ma'mun yang berakhir dengan kemenangan di pihak al-Ma'mun dan segera menggantikan kedudukan saudaranya sebagai khalifah Bani Abbasiyah.
7. Al-Ma'mun (198-218 H/813-833 M)
Al-Ma'mun adalah Abdullah putra Harun ar-Rasyid dari istrinya keturunan Persia. Pada masanya dipandang sebagai puncak kegemilangan kebudayaan Islam. dan juga pada masanya, al-Ma;mun berkeinginan untuk menyerahkan kekuasaannya kepada keturunan Ali bin Abi Thalib. Gagasan itu tercetus pada saat pengaruh wazir besar Fadl bin Salah, seorang keturunan Persia, namun ditentang oleh kelompok Bani Abbasiyah sehingga penduduk Baghdad menggantikannya dengan al-Mubarok namun dapat di atasi oleh al-Ma'mun.
8. Al-Musta'sim (218-227 H/833-842 M)
Al-Musta'sim adalah Muhammad bin Harun ar-Rasyid. Sebelum wafat al-Ma'mun berwasiat kepada al-Musta'sim untuk melanjutkan kekhalifahan dan bersikap lunak terhadap kelompok Alawiyah. Wasiat itu dilaksanakan namun menggeser peran orang Persia dengan orang Turki terutama dalam bidang militer, sejak saat inilah pengaruh Bani Abbasiyah dipengaruhi oleh orang-orang Turki.
9. Al-Wathiq (227-232 H/843-847 M)
Al-Wathiq adalah Harun bin Muhammad al-Musta'sim. Pada masanya terjadi peristiwa besar, yaitu perpindahan besar-besaran penduduk Jazirah Arab bagian selatan ke pesisir Afrika bagian timur, di sana mereka membuka bandar-bandar baru sebagai pusat perdagangan.
Semua informasi yang dimuat di artikel ini hanya bertujuan untuk berbagi pengetahuan.
untuk kritik dan saran bisa mengirim Email di alamat pintarips@gmail.com.
untuk kritik dan saran bisa mengirim Email di alamat pintarips@gmail.com.
Share this Article
Artikel yang sangat bagus
ReplyDeleteSilahkan berkomentar yang sopan.
ReplyDelete