Ilustrasi |
Padahal pada kenyataanya bahasa Sunda adalah bahasa yang kaya dengan kosa kata, ketika dalam bahasa Indonesia mengenal istilah jatuh, maka dalam bahasa Sunda arti dari kata jatuh memiliki banyak istilah untuk mengungkapkannya, tergantung situasi dan kondisi yang dialami oleh orang tersebut.
Pada era globalisasi ini, sebagian anak-anak sudah mulai menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-harinya, padalah pada kenyataannya bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar untuk orang berkomunikasi antar suku maupun maupun orang yang tidak paham dengan bahasa ibu yang digunakan oleh suatu masyarakat.
Sekarang anak-anak maupun orang tua sudah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari mereka dan jarang sekali menggunakan bahasa Sunda secara baik dan benar, sering kali orang tua menggunakan istilah dari bahasa Sunda untuk mengunggapkan sesuatu ketika orang tua tersebut tidak tahu istilahnya dalam bahasa Indonesia dan itu pun hanya selingan selebihnya mereka menggunakan bahasa Indonesia. Yang akibatnya anak-anak zaman sekarang tidak mengetahui istilah-istilah dalam bahasa Sunda, dan menganggap bahasa Sunda sebagai bahasa yang miskin dengan kosa kata.
Secara umum bahasa Sunda mempunyai perbedaan antara bahasa Sunda bagian timur dan barat, ketika wilayah Sunda di kuasai oleh Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-17 maka eksistensi kebudayaan Jawa termasuk bahasa juga berpengaruh terdapat masyarakat Sunda pada saat itu, maka dengan masuknya unsur kebudayaan Jawa maka terjadinya akulturasi bahasa Sunda dengan bahasa Jawa ditandai dengan munculnya stratifikasi bahasa atau dalam istilah bahasa Sunda disebut undak unduk basa, selama 200 tahun keberadaan Mataram Islam di tanah Sunda menyebabkan bahasa juga ikut berkembang pada saat itu.
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda pada abad ke-19, eksistensi bahasa Sunda diakui sebagai bahasa murni atau sebagai bahasa yang mandiri. Pada saat itu bahasa Sunda yang baku atau yang baik dan benar adalah bahasa yang dialek di daerah Priangan, menyebabkan sebagian besar masyarakat Sunda yang berada di daerah barat Sunda tidak mengenal akan adanya undak unduk basa.
Sebagaian orang yang merasa sulit untuk mempelajari bahasa Sunda di karenakan adanya undak unduk basa atau yang disebut stratifikasi bahasa, sehingga cukup sulit untuk mencari kata atau istilah yang baik untuk digunakan berbicara. Pada kenyataannya pada abad sebelum abad ke-17 ketika bahasa Sunda tidak mempunyai undak unduk basa maka istilah siya atau sia dan aing sudah lazim digunakan oleh masyarakat Sunda kuno, bahkan kata siya digunakan kepada raja-raja Kerajaan Sunda pada abad ke-16 sebagai bentuk hormat rakyat kepada raja.
Sehingga pada zaman sekarang ini banyak istilah-istilah dalam bahasa Sunda sama dengan istilah-istilah dalam bahasa Jawa, ini di karenakan adanya akulturasi bahasa yang terjadi ketika Kerajaan Mataram Islam menguasai sebagian besar wilayah timur tanah Sunda seperti Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Majalengka, Kuningan dan sebagian kecil wilayah utara Sunda seperti Cirebon, Indramayu, Sumedang, Subang.
Pada zaman sekarang ini bahasa Sunda yang digunakan oleh sebagian besar penduduk Jawa Barat adalah bahasa Sunda yang bersifat konterporer atau bahasa Sunda yang mengikuti perkembangan zaman, banyak istilah-istilah dalam bahasa Sunda yang menyerap dari berbagai bahasa yang ada di Indonesia termasuk juga bahasa-bahasa asing seperti Inggris. Meskipun banyak istilah-istilah dalam bahasa Sunda yang menyerap dari bahasa asing. Namun, dalam bahasa Sunda juga terdapat istilah-istilah tersebut yang tidak perlu diserap ke dalam bahasa Sunda. Contohnya istilah “pasti” dalam bahasa Sunda diartikan sebagai “tan wande”, tetapi sebagian masyarakat Sunda lebih memilih kata “pasti” dibandingkan kata “tan wande” untuk digunakan dalam percakapan.
Lambat laun istilah-istilah dalam bahasa Sunda yang kaya raya ini akan perlahan-lahan hilang oleh penuturnya sendiri, karena banyak dari masyarakatnya sendiri yang mulai meninggalkannya. Ketika bahasa asing mereka pelajari dengan sungguh-sungguh. Namun, pada bahasa ibu mereka sendiri, mereka membiarkan dan tidak menggunakannya. ironi memang, banyak anak muda sekarang yang lebih menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari ketimbang bahasa ibunya sendiri.
Perlu adanya sebuah semangat kepada para anak-anak muda untuk mempergunakan bahasa Sunda dalam percakapan sehari-hari, membangun rasa bangga ketika menggunakannya, dan merasa bahwa bahasa Sunda adalah bahasa yang kaya akan nilai-nilai luhur yang di miliki oleh suku bangsa Sunda itu sendiri. Maka dengan adanya rasa bangga ketika menggunakan bahasa Sunda, maka dapat dipastikan bahasa Sunda akan banyak yang mempergunakannya, tidak hanya sebagai bahasa asli daerah saja. Tetapi sebagai bahasa yang menonjolkan keagungan sebagai sebuah bahasa yang di miliki masyarakat Sunda.
Tidak hanya bahasa Sunda saja yang mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya. Bahasa-bahasa lain yang berada di Indonesia ini mulai ditinggalkan eksistensinya oleh penuturnya sendiri, padalah bahasa adalah sebuah identitas yang paling agung yang mencirikan sebuah masyarakat yang mandiri dan kaya akan budaya. Mereka lebih menggunakan dan lebih bangga ketika mereka mempelajari dan mempergunakan bahasa asing agar tidak ketinggalan zaman. Katanya oleh sebagian anak muda di Indonesia.
Seharusnya mereka bangga bisa memiliki 700 lebih bahasa ibu yang ada di Indonesia, ketika sebagian negara merasa iri dengan berbagai bahasa yang dimiliki oleh Indonesia. Kita sebagai yang memiliki 700 lebih bahasa harus lebih bangga, dan menunjukan keanekaragaman bahasa yang kita miliki.
Saya rasa benar dengan kutipan “Gunakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing”
Share this Article
0 komentar :