Benarkah Apa yang Dikatakan Kepala BPIP “Agama Musuh Terbesar Pancasila”

22 March 2020 : 9:09 AM

4 komentar

https://pintaripss.blogspot.com/
Properti Pintar IPS
 Saya tak habis pikir apa yang dikatakan kepala BPIP yang mengatakan bahwa agamalah musuh terbesar Pancasila, sekelas pejabat pemerintahan ditingkat pusat pun bisa mengatakan hal seperti itu, apa dia tidak dididik terlebih dahulu dalam mengenal Pancasila dengan butir-butir di dalamnya sehingga bisa berpikir begituan. Ya sudahlah, bubur sudah menjadi bubur, perkataan yang sudah dilontarkan tidak bisa ditarik lagi.

Ketika saya menonton acara disalah satu televisi swasta pada malam itu, saya begitu terkejut dengan tema yang dibawakan oleh acara tersebut yang berjudul “Agama Musuh Besar Pancasila”, sontak saja saya terkejut ketika saya membacanya, apalagi pada tahun-tahun setelah pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019, isu mengenai ideologi negara sedang hangat-hangatnya dibahas oleh masing-masing kubu pendukung, ada yang tetap mempertahankannya, ada juga yang mengatakan bahwa Pancasila sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Mengenai ideologi negara Indonesia, Pancasila sudah dirumuskan jauh-jauh hari sebelum republik ini memerdekakan diri pada tanggal 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa ini pun jauh-jauh hari sudah berdiskusi mengenai dasar negara yang cocok untuk digunakan semua lapisan masyarakat dari ujung barat Indonesia sampai ujung timur Indonesia. Tetapi mengapa, baru setelah 75 tahun republik ini berdiri, ada segelintir orang yang mengatakan bahwa agamalah musuh terbesar Pancasila.

Menilik kebelakang, isu menganai Pancasila sebagai dasar negara banyak diperdebatkan oleh kalangan politik ditingkat eksekutif sampai organisasi masyarakat yang berhaluan keagamaan, ini dibuktikan oleh beberapa ormas yang ingin mengganti haluan negara Indonesia menjadi negara yang berpedoman kepada salah satu agama saja, mereka berpendapat bahwa agama dan negara harus dalam satu payung sama, tidak terpisahkan oleh sekat penghalang antara agama dan negara.

Mengapa banyak yang berargumen menganai ideologi negara? Padalah sudah terbukti bahwa Pancasila sudah membumi di Nusantara ini sejak 75 tahun yang lalu republik ini memperoleh kemerdekaannya dari tangan-tangan asing yang mencuri kekayaan kita. Mengapa baru sekarang, masalah mengenai Pancasila baru dibahas. Saya menanggap kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat dimuka umum dizaman reformasi ini kebablasan, sangat-sangat kebablasan, tanpa perhitungan yang matang seseorang mudah saja berargumen tanpa memikirkan sebab akibatnya.

Saya sempat berpikir, begitu sulitkah membumikan Pancasila di tengah masyarakat yang multikultural? Sampai-sampai pemerintahan di era reformasi ini membentuk sebuah lembaga yang secara khusus bergerak dibidang ideologi, begitu terancamkah ideologi Pancasila dengan masuknya ideologi-ideologi yang bersebarangan dengan Pancasila.

Mari kita berpikir sejenak, hilangkan rasa takut terhadap paham-paham yang dapat merongrong ideologi kita ini. Pancasila hadir di bumi Nusantara ini dengan begitu banyak pertimbangan di dalamnya, para pendiri republik ini tidak serta merta langsung mengesahkan dasar negara kita ini, pasti ada sudut pandang yang berbeda-beda antara pendiri bangsa ini. Saya beri contoh, ketika Pancasila disahkan menjadi dasar negara republik ini, ada sebagian kelompok yang tidak mengakui sila pertama Pancasila sebagai pedoman hidupnya, tetapi demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, para pendiri republik ini mengubah sila pertama agar dapat dijadikan sebagai pedoman hidup warga negara Indonesia.

Dapat saya simpulkan, bahwa Pancasila dengan agama adalah salah satu titik temu yang dapat mempersatukan perbedaan yang terasa di tengah masyarakat yang berbeda kenyakinan, menumbuhkan kebersamaan di tengah perbedaan, menyatukan rasa demi terwujudnya cita-cita pendiri bangsa Indonesia pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada Alinea ke-4. Namun, mengapa ada orang-orang yang ingin merongrong sila pertama itu? Apakah dengan hadirnya agama, Pancasila merasa terancam keberadaanya.

Ketidakpahamanlah yang menjadikan seseorang tersebut salah menafsirkan makna Pancasila dengan agama, bagaimana mungkin seseorang yang mengaku Pancasilais berargumen seperti itu, padahal dalam Pancasila, eksistensi agama diakui oleh negara sebagai sesuatu kekuatan dalam mempertahankan eksistensi Pancasila di negeri Pancasila ini. Percaya atau tidak, agamalah yang terlebih didahulukan, bukankah itu menandakan bahwa agama merupakan pondasi paling awal dalam membentuk republik ini, tanpa sadar bahwa agama dan negara adalah salah satu kesatuan yang saling mengikat di republik ini.

Logikanya adalah bagaimana mungkin agama musuh besar Pancasila, tetapi di dalam Pancasila sendiri agama diakui eksistensinya di dalam negara, pemikiran yang tergolong ambigu bagi seorang Pancasilais yang menganggap agama merupakan musuh besar Pancasila. Seharusnya tugas dari lembaga itu adalah membumikan Pancasila dengan butir-butir di dalamnya di negara Pancasila ini, bukan hanya sebagai pajangan yang wajib dipajang oleh semua instansi pemerintahan dan bersanding dengan foto presiden dan wakil presiden.

Jangankan agama dengan Pancasila, sila-sila lain yang terdapat dalam tubuh Pancasila itu sendiri tidak serta merta dilaksanakan oleh para penguasa saat ini, lihatlah para penguasa saat ini, banyak dari mereka yang melanggar ataupun tidak mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, apalagi kita sebagai rakyatnya, para penguasa saja sudah tidak mengetahui, apalagi kita sebagai generasi muda yang hanya mengetahui gambar burung garuda serta lima dasarnya saja, itupun hanya sebagai ucapan verbal belaka pada waktu tertentu saja seperti upacara bendera.

Itulah realita yang dapat digambarkan mengenai Indonesia, gambar burung garuda hanya dipajang di dinding tanpa mengetahui makna di dalamnya, hanya sekadar diucapkan ketika upacara bendera di hari Senin, sekali lagi tanpa berpikir makna di dalamnya. Padahal di balik itu semua, terdapat filosofi-filosofi luhur yang dianut oleh semua warga negara Indonesia. Jadi jangan salahkan ketika ada suatu kelompok yang ingin merubah dasar negara kita. Namun, pemerintahnya juga tidak bersikap menanamkan nilai-nilai Pancasila di sekolah terlebih dahulu, baru ketika ada kelompok yang ingin merubah dasar negara, langsung pemerintah bertindak secara agresif terhadap kelompok tersebut.

Zaman sekarang ini, nilai-nilai yang terkandung pada setiap butir Pancasila seakan lenyap bak ditelan zaman, padahal kalau penguasa saat ini ingin membumikan Pancasila dengan butir-butir di dalamnya kepada generasi muda republik ini, maka yang harus dilakukan adalah dengan menanamkan butir-butir Pancasila tersebut diberbagai instansi pemerintahan, sekolah, dan kepada lingkungan masyarakat luas seperti yang dilakukan oleh Bapak Pembangungan Republik Indonesia ini, jangan cuma sekadar berbicara tanpa hasil, malah menyalahkan orang-orang yang dianggap akan merusak Pancasila itu sendiri.

Mari kita berpikir terbuka dalam menyongsong republik ini, sama-sama bekerja sama di tengah kentalnya perbedaan, membumikan Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta menjadi penjaga agar Pancasila dapat terus membumi di bumi Nusantara ini. Capek kalau terus berdebat mengenai hal yang sudah semestinnya tidak harus diperdebatkan lagi, mari sama-sama kita berpikir maju untuk mewujudkan cita-cita Indonesia yang semestinya diwujudkan di dalam Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Artikel ini tidak untuk menyinggung siapa pun, hanya sebagai coretan pemikiran yang dituangkan dalam bentuk tulisan, untuk informasi lebih lanjut klik di sini atau klik Pedoman Media Siber
Share this Article
< Previous Article
Next Article >

4 comments:

  1. Membumikan Pancasila di negeri Pancasila merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh semua warga negera tanpa terkecuali. Artikel yang sangat menginspirasi. Good 👍👍

    ReplyDelete
  2. Semoga makin dikenal tulisannya oleh banyak orang di negeri ini. Maaf jikalau ada salah-salah kata dalam penyampaiannya.

    ReplyDelete

Copyright © 2021 Pintar Ips - All Rights Reserved
Version 2.1