Setelah dibahas apa itu Perbedaan Kesetaraan dan Harmonisasi dalam sudut pandang diferensiasi sosial, maka yang akan terjadi pada masyarakat multikultural seperti halnya Indonesia adalah akan timbulnya konflik sosial yang mengatasnamakan ras/etnik, agama, jenis kelamin, profesi, klan atau dalam istilah dalam bahasa Indonesia disebut konflik SARA, mengatasnamakan suku, agama, ras, dan antar golongan.
Mengapa konflik yang mengatasnamakan suku, agama, ras, dan antar golongan selalu menimbulkan perpecahan di dalam masyarakat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu saja dilontarkan pada masyarakat yang tergolong masyarakat heterogen atau kultural dan mengapa juga masyarakat yang tergolong masyarakat multikultural selalu saja berpikiran bahwa suku/entik, agama, dan klan selalu saja dibanggakan sebagaian masyarakat tertentu yang masih berpikiran kolot, tidak salah memang berpikiran seperti itu. Namun, ketika suatu masyarakat berpikiran bahwa suku/etnik, agama, dan klan-nyalah yang paling tinggi derajatnya, kaya dengan kebudayaan, maka yang terjadi adalah otomatis masyarakat tersebut mempunyai sikap primordialisme dan etnosentrisme serta mempunyai sikap fanatisme terhadap yang dianutnya sendiri.
Mengenai masalah ini, perpecahan pada masyarakat multikultural disebabkan oleh tidak adanya persamaan di antara kebudayaan yang berbeda, menimbulkan stigma yang otomatis melekat pada suatu masyarakat terhadap masyarakat yang berseberangan. Perbedaan-perbedaan tadi dijadikan sebagai sebuah senjata untuk menekan, mendiskriminasi, mengintimidasi, memerkusi, bahkan pada tahap yang lebih berat, suatu kelompok masyarakat bisa saja melakukan pengusiran, melakukan genosida terhadap suatu kelompok masyarakat yang berseberangan. Tak bisa dipungkiri memang, ketika suatu kelompok terlalu fanatik terhadap suatu kenyakinan, maka yang terjadi adalah kelompok itu akan terus melakukan diskriminasi, intimidasi, persekusi dengan landasan dogma-dogma yang dianutnya. Berbicara mengenai dogma, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V dogma diartikan sebagai pokok ajaran (tentang kepercayaan dan sebagainya) yang harus diterima sebagai hal yang benar dan baik, tidak boleh dibantah dan diragukan. Berdasarkan simpulan mengenai dogma, suatu kelompok masyarakat sudah diatur untuk mengikuti peraturan-peraturan yang sudah diatur sejak awalnya, atau bisa saja dengan doktrin yang salah, suatu kelompok masyarakat bisa berpikiran radikal terhadap masyarakat yang berseberangan.
Realitanya Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang di dalamnya terdapat ratusan suku/etnik yang berbeda, lima agama yang diakui oleh negara serta kepercayaan-kepercayaan lokal yang masih dipertahankan keberadaanya, ratusan bahasa daerah dengan dialek yang berbeda, kebudayaan antar suku yang beragam, dan warna kulit dengan ciri fisik yang berbeda. Dengan realitanya yang seperti itu, tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia mudah sekali digoyahkan oleh gesekan-gesekan kecil mengatasnamakan SARA. Dalam bidang tertentu mayoritaslah yang harus diprioritaskan dibandingkan dengan minoritas, itulah suatu ketetapan yang tidak bisa dipisahkan pada masyarakat multikultural, untuk lebih jauh membahas mengenai masyarakat multikultural, buka artikel di sini.
Gesekan-gesekan yang mengatasnamakan agama terjadi pada suatu kelompok masyarakat yang mendominasi suatu daerah dengan geografis yang luas maupun sempit mencakup ruang lingkup politik, tata cara beribadah, maupun hubungan dalam masyarakat. Dapat dicontohkan pada masyarakat Indonesia; suku/etnik, agama yang mayoritaslah yang dapat menduduki jabatan-jabatan tertinggi di pemerintahan, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kelompok minoritas juga dapat menjadi bagian dari pemerintah. Lebih jauh lagi dalam hal peribadatan, suatu kelompok minoritas selalu mendapatkan perlakuan yang berbeda dari kelompok mayoritas. Melihat dalam konteks sosiologi, bila terus dibiarkan tanpa adanya rasa toleransi terhadap perbedaan, maka akan mengakibatkan disharmonisasi dalam suatu masyarakat itu sendiri, menyebabkan konflik sosial yang mengakibatkan timbulnya segregasi dalam masyarakat berujung pada terlihatnya perbedaan yang semakin tajam.
Tidak hanya mengatasnamakan agama yang dapat menyebabkan perpecahan pada masyarakat multikultural. Namun, secara garis besar perbedaan ciri fisiklah atau dalam istilah bahasa Indonesia disebut dengan ras merupakan faktor yang paling krusial yang akan menyebabkan terjadinya perpecahan pada masyarakat multikultural. Kurangnya kesadaran terhadap perbedaan, disalah artikan oleh sebagian kelompok masyarakat untuk mendiskriminasi ciri fisik tertentu pada kelompok masyarakat tertentu. Istilah ini bisa disebut dengan diskriminasi rasial atau yang lebih populer disebut rasisme. Mengapa perbedaan ciri fisik selalu dikaitkan dengan konflik sosial? Alasannya adalah perbedaan ciri fisik suatu kelompok sosial digunakan sebagai pembeda antara kelompok satu dengan lainnya, menganggap bahwa ciri fisiknya lah yang paling unggul dibandingkan ciri fisik lainnya. Tentu nanti di masyarakat agar timbulnya segregasi terhadap perbedaan ciri fisik ini. Bisa lebih jauh lagi, perbedaan ciri fisik ini akan mengakibatkan munculnya kelompok-kelomok separatisme seperti halnya yang terjadi Papua.
Apa yang menyebabkan kelompok-kelompok separatisme di Papua sana ingin memisahkan diri dari bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia? Tentu saja perbedaan ras yang cukup dominan, serta kebudayaan yang berbeda menjadi salah satu alasan mengapa kelompok-kelompok sana berani ingin memisahkan diri dan membentuk negara baru. Ras-lah yang menjadikan perbedaan terasa. Namun, apabila suatu kelompok masyarakat menghargai perbedaan yang ada, maka dapat dipastikan bahwa ras hanyalah sebagai sebuah pembeda semata tidak menjadikan perbedaan yang dapat menimbulkan perpecahan.
Kebudayaan-kebudayaan besar yang tumbuh di Kepulauan Nusantara turut menjadi pembeda di tengah masyarakat multikultural, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan suku bangsa terbanyak di dunia, lebih dari 300 suku bangsa mendiami Kepulauan Indonesia ini. Tanpa sadar, perbedaan akan kebudayaan yang mecolok di masyarakat akan menjadi sebuah bumerang yang akan melahirkan perpecahan di masyarakat, suku/etnik yang mendominasi turut menjadi sebab alasan adanya segregasi terhadap kelompok minoritas yang mendiami suatu wilayah. Apa yang dialami suatu kelompok minoritas terhadap mayoritas tentu menghasilkan konflik sosial dikarenakan oleh perbedaan kebudayaan yang berbeda. Sebagian dari kelompok masyarakat akan mempunyai sikap fanatisme terhadap kebudayaannya sendiri dan menganggap bahwa kebudayaannyalah yang paling unggul di antara kebudayaan lain, secara otomatis seseorang tersebut mempunyai sikap primordialisme terhadap kebudayaannya sendiri dan secara otomatis pula mempunyai sikap etnosentrisme terhadap kebudayaan yang lainnya pula. Sikap-sikap tersebut dapat menjadi indikator suatu masyarakat akan terjadinya suatu perpecahan di dalam masyarakat itu sendiri.
Perlu adanya kesadaran pada masyarakat untuk saling menghargai perbedaan yang ada demi tercapainya harmonisasi di dalam masyarakat itu sendiri. Dalam sosiologi, perbedaan-perbedaan itu bukan dijadikan sebagai ajang untuk menunjukan bahwa ras, suku/etnik, agama, jenis kelamin, profesi, dan klan lebih unggul dan tinggi derajatnya dibandingkan dengan yang lain. Tetapi sebagai suatu keutuhan bahwa Indonesia merupakan masyarakat multikultural yang menjungjung nilai-nilai luhur yang dianut setiap warganya. Maka diferensiasi sosial hadir untuk menyelaraskan perbedaan yang ada untuk dapat dijadikan sebagai suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat multikultural bahwa kita dapat berdampingan satu sama lain dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa adanya gesekan-gesekan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Diferensiasi sosial adalah sebuah upaya untuk setiap kelompok agar mempunyai rasa toleransi di tengah perbedaan, tidak melihat dari latar belakang kelompok tersebut, tetapi lebih menitikberatkan kepada rasa bahwa kita sama-sama manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan dari rahim ibu yang sama.
Perlu adanya kesadaran pada masyarakat untuk saling menghargai perbedaan yang ada demi tercapainya harmonisasi di dalam masyarakat itu sendiri. Dalam sosiologi, perbedaan-perbedaan itu bukan dijadikan sebagai ajang untuk menunjukan bahwa ras, suku/etnik, agama, jenis kelamin, profesi, dan klan lebih unggul dan tinggi derajatnya dibandingkan dengan yang lain. Tetapi sebagai suatu keutuhan bahwa Indonesia merupakan masyarakat multikultural yang menjungjung nilai-nilai luhur yang dianut setiap warganya. Maka diferensiasi sosial hadir untuk menyelaraskan perbedaan yang ada untuk dapat dijadikan sebagai suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat multikultural bahwa kita dapat berdampingan satu sama lain dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa adanya gesekan-gesekan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Diferensiasi sosial adalah sebuah upaya untuk setiap kelompok agar mempunyai rasa toleransi di tengah perbedaan, tidak melihat dari latar belakang kelompok tersebut, tetapi lebih menitikberatkan kepada rasa bahwa kita sama-sama manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan dari rahim ibu yang sama.
Share this Article
0 komentar :